![]() |
| Cerita Seks Terbaru Selingkuh Yang Kulakukan Sekali Saja |
Hari itu aku berangkat kerja
naik bis kota (kadang-kadang aku bawa mobil sendiri). Seperti hari Senin pada
umumnya bis kota terasa sulit. Entah karena armada bis yang berkurang, atau
karena setiap Senin orang jarang membolos dan berangkat serentak pagi-pagi.
Setelah hampir satu jam berlari ke sana ke mari, akhirnya aku mendapatkan bis.
Dengan nafas
ngos-ngosan dan mata kesana kemari, akhirnya aku mendapat tempat duduk di
bangku dua yang sudah terisi seorang wanita. Kuhempaskan pantat dan kubuang
nafas pertanda kelegaanku mendapatkan tempat duduk, setelah sebelumnya aku
menganggukkan kepala pada teman dudukku.
Karena lalu
lintas macet dan aku lupa tidak membawa bacaan, untuk mengisi waktu dari pada
bengong, aku ingin menegur wanita di sebelahku, tapi keberanianku tidak cukup
dan kesempatan belum ada, karena dia lebih banyak melihat ke luar jendela atau
sesekali menunduk.
Tiba-tiba ia
menoleh ke arahku sambil melirik jam tangannya.
“Macet
sekali ya?” katanya yang tentu ditujukan kepadaku.
“Biasa Mbak, setiap Senin begini. Mau kemana?” sambutku sekaligus membuka percakapan.
“Oh ya. Saya dari Cikampek, habis bermalam di rumah orang tua dan mau pulang ke Pondok Indah” jawabnya.
“Biasa Mbak, setiap Senin begini. Mau kemana?” sambutku sekaligus membuka percakapan.
“Oh ya. Saya dari Cikampek, habis bermalam di rumah orang tua dan mau pulang ke Pondok Indah” jawabnya.
Belum sempat
aku buka mulut, ia sudah melanjutkan pembicaraan,
“Kerja
dimana Mas?”
“Daerah Sudirman” jawabku.
“Daerah Sudirman” jawabku.
Obrolan
terus berlanjut sambil sesekali aku perhatikan wajahnya. Bibirnya tipis,
pipinya halus, dan rambutnya berombak. Sedikit ke bawah, dadanya tampak menonjol,
kenyal menantang. Aku menelan ludah. Kuperhatikan jarinya yang sedang memegang
tempat duduk di depan kami, lentik, bersih terawat dan tidak ada yang dibiarkan
tumbuh panjang.
Dari
obrolannya kuketahui ia (sebut saja Mamah) seorang wanita yang kawin muda
dengan seorang duda beranak tiga dimana anak pertamanya umurnya hanya tiga tahun
lebih muda darinya. Masa remajanya tidak sempat pacaran. Karena waktu masih
sekolah tidak boleh pacaran, dan setelah lulus dipaksa kawin dengan seorang
duda oleh orang tuanya.
Sambil
bercerita, kadang berbisik ke telingaku yang otomatis dadanya yang keras
menyentuh lengan kiriku dan di dadaku terasa seer! Sesekali ia memegangi
lenganku sambil terus cerita tentang dirinya dan keluarganya. “Pacaran asyik ya
Mas?” tanyanya sambil memandangiku dan mempererat genggaman ke lenganku.
Lalu, karena
genggaman dan gesekan gunung kembar di lengan kiriku, otakku mulai berpikiran
jorok. “Kepingin ya?” jawabku berbisik sambil mendekatkan mulutku ke
telinganya. Ia tidak menjawab, tapi mencubit pahaku.
Tanpa terasa
bis sudah memasuki terminal Blok M, berarti kantorku sudah terlewatkan. Kami
turun. Aku bawakan tasnya yang berisi pakaian menuju kafetaria untuk minum dan
meneruskan obrolan yang terputus. Kami memesan teh botol dan nasi goreng.
Kebetulan aku belum sarapan dan lapar. Sambil menikmati nasi goreng hangat dan
telor matasapi, akhirnya kami sepakat mencari hotel. Setelah menelepon kantor
untuk minta cuti sehari, kami berangkat.
Sesampai di
kamar hotel, aku langsung mengunci pintu dan menutup rapat kain horden jendela.
Kupastikan tak terlihat siapapun. Lalu kulepas sepatu dan menghempaskan badan
di kasur yang empuk. Kulihat si Mamah tak tampak, ia di kamar mandi.
Kupandangi
langit-langit kamar, dadaku berdetak lebih kencang, pikiranku melayang jauh tak
karuan. Senang, takut (kalau-kalau ada yang lihat) terus berganti. Tiba-tiba
terdengar suara tanda kamar mandi dibuka. Mamah keluar, sudah tanpa blaser dan
sepatunya.
Kini tampak
di hadapanku pemandangan yang menggetarkan jiwaku. Hanya memakai baju putih
tipis tanpa lengan. Tampak jelas di dalamnya BH hitam yang tak mampu menampung
isinya, sehingga dua gundukan besar dan kenyal itu membentuk lipatan di
tengahnya. Aku hanya bisa memandangi, menarik nafas serta menelan ludah.
Mungkin ia
tahu kalau aku terpesona dengan gunung gemburnya. Ia lalu mendekat ke ranjang,
melatakkan kedua tangannya ke kasur, mendekatkan mukanya ke mukaku, “Mas..”
katanya tanpa melanjutkan kata-katanya, ia merebahkan badan di bantal yang
sudah kusiapkan. Aku yang sudah menahan nafsu sejak tadi, langsung mendekatkan
bibirku ke bibirnya. Kami larut dalam lumat-lumatan bibir dan lidah tanpa
henti. Kadang berguling, sehingga posisi kami bergantian atas-bawah.
Kudekap erat
dan kuelus punggungnya terasa halus dan harum. Posisi ini kami hentikan atas
inisiatifku, karena aku tidak terbiasa ciuman lama seperti ini tanpa dilepas
sekalipun. Tampak ia nafsu sekali. Aku melepas bajuku, takut kusut atau terkena
lipstik.
Kini aku
hanya memakai CD. Ia tampak bengong memandangi CD-ku yang menonjol. “Lepas aja
bajumu, nanti kusut” kataku. “Malu ah..” katanya. “Kan nggak ada yang lihat.
Cuma kita berdua” kataku sambil meraih kancing paling atas di punggungnya.
Dia menutup
dada dengan kedua tangannya tapi membiarkan aku membuka semua kancing. Kulempar
bajunya ke atas meja di dekat ranjang. Kini tinggal BH dan celana panjang yang
dia kenakan. Karena malu, akhirnya dia mendekapku erat-erat. Dadaku terasa
penuh dan empuk oleh susunya, nafsuku naik lagi satu tingkat, burung-ku
tambah mengencang.
Dalam posisi
begini, aku cium dan jilati leher dan bagian kuping yang tepat di depan
bibirku. “Ach.. Uh..” hanya itu yang keluar dari mulutnya. Mulai terangsang,
pikirku. Setelah puas dengan leher dan kuping kanannya, kepalanya kuangkat dan
kupindahkan ke dada kiriku.
Kuulangi
gerakan jilat leher dan pangkal kuping kirinya, persis yang kulakukan tadi.
Kini erangannya semakin sering dan keras. “Mas.. Mas.. Geli Mas, enak Mas..”
Sambil membelai rambutnya yang sebahu dan harum, kuteruskan elusanku ke bawah,
ke tali BH hingga ke pantatnya yang bahenol, naik-turun.
Selanjutnya
gerilyaku pindah ke leher depan. Kupandangi lipatan dua gunung yang menggumpal
di dadanya. Sengaja aku belum melepas BH, karena aku sangat menikmati wanita
yang ber-BH hitam, apalagi susunya besar dan keras seperti ini.
Jilatanku
kini sampai di lipatan susu itu dan lidahku menguas-nguas di situ sambil
sesekali aku gigit lembut. Kudengar ia terus melenguh keenakan. Kini tanganku
meraih tali BH, saatnya kulepas, ia mengeluh, “Mas.. Jangan, aku malu, soalnya
susuku kegedean” sambil kedua tangannya menahan BH yang talinya sudah kelepas.
“Coba aku
lihat sayang..” Kataku memindahkan kedua tangannya sehingga BH jatuh, dan
mataku terpana melihat susu yang kencang dan besar. “Mah.. Susumu bagus sekali,
aku sukaa banget” pujiku sambil mengelus susu besar menantang itu. Putingnya
hitam-kemerahan, sudah keras.
Kini aku
bisa memainkan gunung kembar sesukaku. Kujilat, kupilin putingnya, kugigit,
lalu kugesek-gesek dengan kumisku, Mamah kelojotan, merem melek, “Uh.. Uh.. Ahh..” Setelah puas di daerah dada, kini tanganku kuturunkan di daerah selangkangan,
sementara mulut masih agresif di sana.
Kuusap perlahan dari dengkul lalu naik.
Kuulangani beberapa kali, Mamah terus mengaduh sambil membuka tutup pahanya.
Kadang
menjepit tangan nakalku. Semua ini kulakukan tahap demi tahap dengan perlahan.
Pertimbanganku, aku akan kasih servis yang tidak terburu-buru, benar-benar
kunikmati dengan tujuan agar Mamah punya kesan berbeda dengan yang pernah
dialaminya. Kuplorotkan celananya. Mamah sudah telanjang bulat, kedua pahanya
dirapatkan. Ekspresi spontan karena malu.
Kupikir dia
sama saja denganku, pengalaman seks pertama dengan orang lain. Aku semakin
bernafsu. Berarti di hadapanku bukan perempuan nakal apalagi profesional. Kini
jari tengahku mulai mengelus perlahan, turun-naik di bibir vaginanya. Perlahan
dan mengambang.
Kurasakan di
sana sudah mulai basah meski belum becek sekali. Ketika jari tengahku mulai
masuk, Mamah mengaduh, “Mas.. Mas.. Geli.. Enak.. Terus..!” Kuraih tangan Mamah
ke arah selangkanganku (ini kulakukan karena dia agak pasif. Mungkin terbiasa
dengan suami hanya melakukan apa yang diperintahkan saja). “Mas.. Keras amat..
Gede amat?” katanya dengan nada manja setelah meraba burungku.
“Mas.. Mamah
udah nggak tahan nihh, masukin ya..?” pintanya setengah memaksa, karena kini
batangku sudah dalam genggamannya dan dia menariknya ke arah vagina. Aku
bangkit berdiri dengan dengkul di kasur, sementara Mamah sudah dalam posisi
siap tembak, terlentang dan mengangkang. Kupandangi susunya keras tegak
menantang.
Ketika
kurapatkan “senjataku” ke vaginanya, reflek tangan kirinya menangkap dan kedua
kakinya diangkat. “Mas.. pelan-pelan ya..” Sambil memejamkan mata, dibimbingnya
burungku masuk ke sarang kenikmatan yang baru saja dikenal. Meski sudah basah,
tidak juga langsung bisa amblas masuk. Terasa sempit. Perlahan kumasukkan
ujungnya, lalu kutarik lagi. Ini kuulangi hingga empat kali baru bisa masuk
ujungnya.
“Sret..
sret..” Mamah mengaduh, “Uh.. pelan Mas.. sakit..” Kutarik mundur sedikit lagi,
kumasukkan lebih dalam, akhirnya.. “Bles.. bles..” barangku masuk semua. Mamah
langsung mendekapku erat-erat sambil berbisik, “Mas.. enak, Mas enak.. enak
sekali.. kamu sekarang suamiku..” Begitu berulang-ulang sambil menggoyangkan
pinggul, tanpa kumengerti apa maksud kata “suami”.
Mamah
tiba-tiba badannya mengejang, kulihat matanya putih, “Aduuh.. Mas.. aku..
enak.. keluaar..” tangannya mencengkeram rambutku. Aku hentikan sementara
tarik-tusukku dan kurasakan pijatan otot vaginanya mengurut ujung burungku, sementara
kuperhatikan Mamah merasakan hal yang sama, bahkan tampak seperti orang
menggigil. Setelah nafasnya tampak tenang, kucabut burungku dari vaginanya,
kuambil celana dalamnya yang ada di sisi ranjang, kulap burungku, juga bibir
vaginanya. Lantas kutancapkan lagi.
Kembali
kuulangi kenikmatan tusuk-tarik, kadang aku agak meninggikan posisiku sehingga
burungku menggesek-gesek dinding atas vaginanya. Gesekan seperti ini membuat
sensasi tersendiri buat Mamah, mungkin senggamanya selama ini tak menyentuh
bagian ini.
Setiap kali
gerakan ini kulakukan, dia langsung teriak, “Enak.. terus, enak terus..
terus..” begitu sambil tangannya mencengkeram bantal dan memejamkan mata.
“Aduuhm Mas.. Mamah keluar lagi niikh..” teriaknya yang kusambut dengan
mempercepat kocokanku.
Tampak dia
sangat puas dan aku merasa perkasa. Memang begitu adanya. Karena kalau di
rumah, dengan istri aku tidak seperkasa ini, padahal aku tidak pakai obat atau
jamu kuat. Kurasakan ada sesuatu yang luar biasa. Kulirik jam tanganku, hampir
satu jam aku lakukan adegan ranjang ini.
Akhirnya aku
putuskan untuk terus mempercepat kocokanku agar ronde satu ini segera berakhir. Tekan, tarik, posisi pantatku kadang naik kadang turun dengan tujuan agar semua
dinding vaginanya tersentung barangku yang masih keras. Kepala penisku terasa
senut-senut,
“Mah.. aku
mau keluar nikh..” kataku.
“He.. eeh.. terus.. Mas, aduuh.. gila.. Mamah juga.. Mas.. terus.. terus..”
“He.. eeh.. terus.. Mas, aduuh.. gila.. Mamah juga.. Mas.. terus.. terus..”
“Crot..
crot..” maniku menyemprot beberapa kali, terasa penuh vaginanya dengan maniku
dan cairannya. Kami akhiri ronde pertama ini dengan klimaks bareng dan kenikmatan
yang belum pernah kurasakan. Satu untukku dan tiga untuk Mamah.
Setelah
bersih-bersih badan, istirahat sebentar, minum kopi, dan makan makanan ringan
sambil ngobrol tentang keluarganya lebih jauh. Mamah semakin manja dan tampak
lebih rileks. Merebahkan kepalanya di pundakku, dan tentu saja gunung kembarnya
menyentuh badanku dan tangannya mengusap-usap pahaku akhirnya burungku bangun
lagi.
Kesempatan
ini dipergunakan dengan Mamah. Dia menurunkan kepalanya, dari dadaku, perut,
dan akhirnya burungku yang sudah tegang dijilatinya dengan rakus. “Enak Mas..
asin gimana gitu. Aku baru sekali ini ngrasain begini” katanya terus terang.
Tampak jelas
ia sangat bernafsu, karena nafasnya sudah tidak beraturan. “Ah..” lenguhnya
sambil melepas isapannya. Lalu menegakkan badan, berdiri dengan dengkul sebagai
tumpuan. Tiba-tiba kepalaku yang sedang menyandar di sisi ranjang direbahkan
hingga melitang, lalu Mamah mengangkangiku.
Posisi
menjadi dia persis di atas badanku. Aku terlentang dan dia jongkok di atas
perutku. Burungku tegak berdiri tepat di bawah selangkangannya. Dengan
memejamkan mata, “Mas.. Mamah gak tahaan..” Digenggamnya burungku dengan tangan
kirinya, lalu dia menurunkan pantatnya. Kini ujung kemaluanku sudah menyentuh
bibir vaginanya. Perlahan dan akhirnya masuk.
Dengan
posisi ini kurasakan, benar-benar kurasakan kalau barang Mamah masih sempit.
Vagina terasa penuh dan terasa gesekan dindingnya. Mungkin karena lendir
vaginanya tidak terlalu banyak, aku makin menikmati ronde kedua ini.
“Aduuh..
Mas, enak sekali Mas. Aku nggak pernah sepuas ini. Aduuh.. kita suami istri
kan?” lalu.. “Aduuh.. Mamah enak Mas.. mau keluar nikh.. aduuh..” katanya
sambil meraih tanganku diarahkan ke susunya. Kuelus, lalu kuremas dan kuremas
lagi semakin cepat mengikuti, gerakan naik turun pantatnya yang semakin cepat
pula menuju orgasme.
Akhirnya
Mamah menjerit lagi pertanda klimaks telah dicapai. Dengan posisi aku di bawah,
aku lebih santai, jadi tidak terpancing untuk cepat klimaks. Sedangkan Mamah
sebaliknya, dia leluasa menggerakkan pantat sesuai keinginannya. Adegan aku di
bawah ini berlangsung kurang lebih 30 menit. Dan dalam waktu itu Mamah sempat
klimaks dua kali.
Sebagai
penutup, setelah klimaks dua kali dan tampak kelelahan dengan keringat sekujur
tubuhnya, lalu aku rebahkan dia dengan mencopot burungku. Setelah kami
masing-masing melap “barang”, kumasukkan senjataku ke liang kenikmatannya.
Posisinya aku berdiri di samping ranjang.
Pantatnya
persis di bibir ranjang dan kedua kakinya di pundakku. Aku sudah siap memulai
acara penutupan ronde kedua. Kumulai dengan memasukkan burungku secara
perlahan. “Uuh..” hanya itu suara yang kudengar.
Kumaju-mundurkan,
cabut-tekan, burungku. Makin lama makin cepat, lalu perlahan lagi sambil aku
ambil nafas, lalu cepat lagi. Begitu naik-turun, diikuti suara Mamah, “Hgh..
hgh.. ” seirama dengan pompaanku. Setiap kali aku tekan mulutnya berbunyi,
“Uhgh..”
Lama-lama kepala batanganku terasa berdenyut.
“Mah.. aku mau keluar nikh..”
“Yah.. pompa lagi.. cepat lagi.. Mamah juga Mas.. Kita bareng ya.. ya.. terus..” Dan akhirnya jeritan..
“Mah.. aku mau keluar nikh..”
“Yah.. pompa lagi.. cepat lagi.. Mamah juga Mas.. Kita bareng ya.. ya.. terus..” Dan akhirnya jeritan..
“Aaauh..”
menandai klimaksnya, dan kubalas dengan genjotan penutup yang lebih kuat
merapat di bibir vagina, “Crot.. crott..” Aku rebah di atas badannya. Adegan
ronde ketiga ini kuulangi sekali lagi.
Persis seperti ronde kedua tadi.
Pembaca, ini
adalah pengalaman seks yang luar biasa buat saya. Luar biasa karena sebelumnya
aku tak pernah merasakan sensasi se-luar biasa dan senikmat ini. Setelah itu
kami tidak pernah bertemu lagi, meski aku tahu alamatnya.
Kejadian ini
membuktikan, seperti yang pernah kubaca, bahwa pengalaman seks melakukan
selingkuh yang paling nikmat dan akan membawa kesan mendalam adalah yang
dilakukan sekali saja dengan orang yang sama. Jangan ulangi lagi (dengan orang
yang sama), agar sensasinya atau getarannya akan berkurang.
Aku kadang merindukan
saat-saat pengalaman seks seperti ini. Pengalaman seks melakukan selingkuh yang
aman seperti ini.
Cerita Seks Bergambar, Cerita Sex
Dewasa, Cerita Mesum Ngentot, Cerita Bokep, Cerita Dewasa, Cerita Hot, Cerita Nakal, Cerita Mesum, Cerita Ngeseks, Cerita Ngesex, Cerita Ngewe, Cerita Panas, Cerita Perselingkuhan, Cerita Sange, Cerita Seks Selingkuhan, Cerita Seks Terbaru



No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.