![]() |
| Cerita Seks Terbaru Kehidupan Seorang Pelacur Profesional Yang Cantik |
Saya
seorang pelacur profesional. Oleh karena itu tarip pemakaian saya juga tidak
murah. Untuk short play sebesar US$ 200, dengan uang muka US$ 100 dibayar saat
pencatatan pesanan dan kekurangannya harus dilunasi sebelum pengguna jasa saya
sebelum menaiki tubuh saya.
Jelasnya,
sebelum kunci kamar tempat berlangsungnya permainan dikunci. Short play
berlangsung 1 jam, paling lama 3 jam, tergantung stamina customer. Kalau
sesudah 1 jam, sudah merasa capai, dan tidak memiliki lagi kekuatan untuk
ereksi, apalagi untuk ejakulasi, artinya permainan sudah usai.
Semua
kesepakatan ini tertulis dalam tata cara pemakaian tubuh atau jelasnya lagi
tata cara persewaan kemaluan saya. Ini sudah penghasilan bersih, sudah
merupakan take home pay. Saya tidak mau tahu soal sewa kamar, minum, makan
malam dan sebagainya.
Semua
aturan ini saya buat dari hasil pengalaman menjadi pelacur selama 3 tahun (saya
berniat berhenti menjadi pelacur dua tahun lagi, bila modal saya sudah cukup).
Saya tidak pernah diskriminasi, apakah pembeli saya itu seorang pejabat atau
konglomerat. Pokoknya ada uang kemaluan saya terhidang, tak ada uang silakan
hengkang. More money more service, no money no service.
Biasanya
para langganan yang sudah ngefans betul pada saya masih memberi tips. Setelah
persetubuhan selesai, saya akan menanyakan, “Bapak (atau Mas) puas dengan
layanan saya?” Jawabnya bisa macam-macam. “Luar biasa!” mengatakan demikian
sambil menggelengkan kepalanya.
Atau ada
yang menganggukkan kepala, “Biasa!”. Tetapi ini yang sering, tanpa berkata
sepatahpun memberikan lembaran ratusan ribuan dua atau tiga lembar. Untuk tarip
long-play atau all night, tergantung kesepakatan saja, namun tidak akan kurang
dari enam ratus dolar. Itu tentang tarip.
Sekarang
tentang service. Saya akan menuruti apa saja yang diminta oleh pelanggan
(customer) selama hal itu tidak merusak atau menyakiti tubuh saya atau tubuh
pelanggan. Dengan mulut, oke, begitu juga mandi kucing atau mandi susu yaitu
memijati tubuh pelanggan dengan buah dada saya yang putih dan montok, juga
oke-oke saja. Tetapi bersetubuh sambil disiksa, atau saya harus menyiksa
pasangan saya, saya akan menolak.
Tiga tahun
menjadi pelacur telah memberikan pengalaman hidup yang besar sekali dalam diri
saya. Saya mempunyai buku catatan harian tentang hidup saya. Saya selalu menulis
pengalaman persetubuhan saya dengan bermacam-macam orang, suku bangsa bahkan
dengan laki-laki dari bangsa lain (Afrika, India, Perancis, dan lain-lain).
Tetapi
kalau selama tiga tahun saya menggeluti profesi saya itu lahir dua orang anak
manusia, (masing-masing berumur 2 tahun 3 bulan dan satunya lagi 1 tahun),
tentunya saya tidak bisa bahkan tidak mungkin mengetahui siapa bapak
masing-masing anak itu. Cobalah dihitung, kalau dalam seminggu saya disetubuhi
oleh minimal 10 orang, dalam 1 bulan ada 30 orang yang memarkir kemaluannya di
kemaluan saya (1 minggu saat menstruasi, saya libur).
Tetapi ini
tidak berarti anak itu tanpa bapak. Resminya anak itu adalah anak Pak Herry (nama samaran). Dia adalah boss tempat saya secara resmi bekerja. Seorang notaris
dan sekarang sedang merintis membuka kantor pengacara.
Pekerjaan
resmi (pekerjaan tidak resmi saya adalah pelacur) ini cocok dengan pendidikan
saya. Saya, mahasiswa tingkat terakhir Fakultas Hukum salah satu universitas
swasta, jurusan hukum perdata. Tetapi nantinya saya kepingin menjadi notaris,
seperti Pak Herry ini.
Sebetulnya
saya ditawari Pak Herry untuk menangani kantor pengacara yang akan
didirikannya. Tetapi saya tidak mau. Menurut persepsi saya (mudah-mudahan
persepsi saya salah) dunia peradilan di negeri kita masih semrawut.
Mafia,
nepotisme, sogok, intimidasi masih kental mewarnai dunia peradilan kita. Dari
yang di daerah sampai ke Mahkamah Agung (ini kata majalah Tempo). Tetapi
sudahlah itu bukan urusan saya. Lalu darimana saya kenal dengan Pak Herry?
Itu terjadi pada tahun pertama saya menjadi pelacur.
Waktu itu
saya hamil 2 bulan. Kebetulan Pak Herry mem-booking saya. Setelah selesai
menikmati tubuh dan kemaluan saya sepuasnya, saya muntah-muntah. Itu terjadi
waktu saya bangun pagi. Dia bertanya apa saya hamil. Saya jawab iya. Lalu dia
bertanya siapa bapaknya. “Ya entahlah”, jawab saya. Waktu itulah dia menawari
pekerjaan untuk saya, kesediaan untuk secara resmi menjadi suami saya dan
tentunya melegalisir bayi yang akan saya lahirkan.
Saya tidak
tahu bagaimana dia mengurus tetek bengeknya di kantor catatan sipil dan
bagaimana dia dapat menjinakkan isterinya. Yang jelas setelah itu tiap hari
Selasa dan Kamis saya berkantor di kantor Pak Herry. Lalu apa keuntungan Pak Herry? Ya pasti ada.
Tiap hari
Selasa dan Kamis, dia akan sarapan kedua. Mulai dari menciumi, meraba-raba
badan dan buah dada, dan terakhir menyutubuhi. Kadang-kadang saya malah tidak
sempat bekerja karena selalu dikerjai oleh suami saya tersebut. (Bangunan yang dipakai
sebagai kamar kerja Pak Herry dan saya terpisah dengan bangunan untuk ruang
kerja stafnya).
Wajah saya
memang cantik. Tinggi dan berat serasi, bahkan berat badan di atas angka ideal,
namun terkesan seksi. Buah dada cukup besar, tetapi tidak kebesaran seperti
perempuan yang menjalani operasi plastik dengan mengganjal buah dadanya dengan
silikon.
Kata orang
saya cukup seksi tetapi dari sikap dan penampilan sehari-hari juga terkesan
cerdas. Singkat kata, kalau ada perempuan laku disewa Rp 1,6 juta sekali pakai,
bayangkan sendiri bagaimana penampilan, penghidangan dan rasanya. Baiklah
terakhir saya ceritakan tentang pengawal saya, atau bodyguard saya.
Namanya
Anwar. Saya biasa memanggilnya Dik War, karena memang usianya baru 21 tahun,
tiga tahun lebih muda dari saya. Orangnya tinggi, atletis dengan potongan
rambut cepak, dan penampilannya seperti militer.
Konon
katanya, sehabis lulus SLTA Anwar pernah mengikuti tes masuk di AKMIL, tetapi
jatuh pada tes psikologi tahap 2. Orangnya sopan (asli dari Jawa Tengah) dan
disiplin, dia juga sangat loyal pada saya (saya sudah sering mengetes
kesetiaannya tersebut).
Anwar sudah saya anggap adik sendiri. Menjadi sopir pribadi, mengurus pembayaran
kontrak, mengatur waktu kerja, melindungi dari berbagai pemerasan oknum
keamanan dan sebagainya, pokoknya seperti sekretaris pribadi. Hanya saja dia
tidak tinggal serumah dengan saya. Saya kontrakkan dekat dengan rumah saya.
Selain itu dia masih mengikuti kuliah di Universitas Terbuka, Fakultas Hukum.
Lalu berapa gajinya? Itu rahasia perusahaan.
Tetapi
yang jelas, sebagai seorang penjaga putri cantik, atau penjaga kebun wisata,
sekali waktu dia saya beri kesempatan untuk mencicipi atau menikmati keindahan
kebun itu. Mula-mula dia memang menolak. Itu terjadi pada malam minggu di
rumah.
Dia saya
panggil, saya minta dia memijati badan saya. Dia menurut. Saya hanya mengenakan
gaun malam tipis dengan celana dalam dan BH yang siap dilepas. Mula-mula kaki
saya dipijatnya pelan-pelan, enak sekali rasanya. Rasanya tangannya berbakat
untuk memijit. Kemudian naik ke betis, yang kiri kemudian yang kanan.
“Dasternya
ditarik ke atas saja Dik War”, kata saya waktu dia mulai memijat bokong.
Saya
sengaja memancing nafsu seksnya sedikit demi sedikit. Sementara nafsu saya
sudah mulai terbangun dengan pemijatan pada bokong tadi. Bokong saya
diputar-putar, dan nafsu seks saya semakin bertambah. Terus pemijatan pada
pinggang, lalu punggung. Pada pemijatan di punggung kancing BH saya lepas,
sehingga seluruh punggung dapat dipijat secara merata tanpa ada halangan.
Waktu Anwar memijat leher, dia terlhat sangat berhati-hati. Setelah saya
membalikkan badan, War akan memulai memijat dari kaki. Tetapi saya mengatakan
agar dari atas dulu. Rupanya dia bingung juga kalau dari atas mulai darimana
kepala atau leher, padahal dada saya sudah terbuka sehingga kedua bukit kembar
yang putih dan kekar itu terbuka dan merangsang yang melihatnya. Belum sampai
dia menjawab pertanyaan saya, saya sudah mengatakan..
“Dik War,
Mbak Cindy dicium dulu yach!”
“Ach enggak Mbak jangan.”
“Lho kenapa? Dik War nggak sayang sama Mbak ya?”
“Ach enggak Mbak jangan.”
“Lho kenapa? Dik War nggak sayang sama Mbak ya?”
Tanpa
menunggu jawaban, saya sambar leher War, saya peluk kuat-kuat, saya cium
bibirnya. Dengan kedua kaki saya, tubuhnya saya telikung, saya sekap. Dia
terlihat gelagapan juga. Lama leher dan kepala Dik War dalam dekapan saya.
Rasanya seperti mengalahkan anak kecil dalam pergulatan karena Dik War ternyata
diam saja.
Baru
setelah lima menit, Dik War memberikan perlawanan. Pelukan saya lepaskan. Dia
mulai mencium lembut pipi saya, turun ke dagu, lalu dada, di antara kedua buah
dada saya. Disapunya dengan bibirnya semua daerah sensitif di sekitar mulut,
dada dan leher. Saya menikmati benar ciuman ini.
Apalagi
setelah bibirnya turun ke bawah di sekitar pusat, pangkal paha dan sekitar
kemaluan saya. Tanpa saya sadari tubuh saya meliuk-liuk, mengikuti dan
menikmati rangsangan erotis yang mengalir di seluruh tubuh. Kemaluan saya mulai
basah, menanti sesuatu yang akan masuk. Setelah puas diciumi, saya berbisik..
“Dik War,
masukkan sekarang kemaluannya ya! Saya sudah nggak tahan..”
Dia lalu
berdiri dan mulai melepaskan, baju, celana, kaus baju dan terakhir celana
dalamnya. Kini penisnya terlihat utuh putih kehitaman, dengan semburat
urat-urat kecil di sekitar pangkalnya. Ujungnya seperti ujung bambu runcing,
lebih panjang bagian bawah. Penis itu mencuat ke atas, membentuk sudut lebih
kurang 30 derajat dengan bidang horizontal.
Pelan-pelan
penis itu mulai ditelusupkan di antara bibir kemaluan saya. Setelah itu ditarik
secara pelan-pelan. Kemaluannya dan kemaluan saya dapat diibaratkan dua kutub
magnit, pergesekannya membangkitkan arus listrik yang merambat dari kemaluan
keseluruh tubuh, juga dari kemaluannya dan memberikan rasa nikmat yang sangat
kepada pasangan yang sedang ber-charging tersebut. Gosokan kemaluan Anwar yang semakin cepat membuat seluruh tubuh saya seperti terkena listrik. Kemaluan
saya terasa berdenyut meremas kemaluan Anwar.
Saya
orgasme, dan ini terulang lagi beberapa kali, multi orgasme. Makin lama
rangsangan itu semakin meningkat. Bersetubuh dengan Anwar memang saya rasakan
agak lain. Biasanya saya bersikap meladeni kepada para pelanggan, tetapi dengan Anwar saya seperti diladeni, dipuaskan rasa haus saya.
Gerakan
keluar-masuk kemaluannya yang lambat, ciuman disekitar buah dada yang terkadang
diselingi dengan menghisap-hisap putingnya, dan reaksi menggeliat-geliatnya
tubuh saya, seperti suatu pertunjukkan slow motion yang mengasyikkan. Dan
ketika saraf tubuh saya tak lagi kuat menampung muatan listrik itu, saya
berbisik..
“Dik War,
tembak sekarang ya!”
Dan Anwar mempercepat gesekan kemaluannya, sampai pada puncaknya kakinya
mengejang. Bersama itu pula saya peluk kuat-kuat tubuh Anwar. Inilah
puncak persetubuhanku dengan Anwar.
Cerita Seks Terbaru, Cerita Mesum, Cerita Ngentot, Cerita ABG, Cerita Bokep, Cerita Sex Bergambar, Cerita Seks Dewasa, Cerita Mesum Ngentot, Cerita ABG Mesum, Cerita ABG Sange, Cerita Dewasa, Cerita Nakal, Cerita Ngesek, Cerita Ngewe, Cerita Panas, Cerita Perselingkuhan, Cerita Sex



No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.